Keep Smile

Selasa, 24 September 2013

Negara Maju-Negara Berkembang

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Masalah pemenuhan kebutuhan negara menjadi masalah yang menjadi titik pokok atau standar pokok yang mengharuskan setiap Negara-negara di dunia melakukan segala cara untuk menggapainya. Disampin itu juga, dapat dilihat pada kondisi saat ini memang bahwa secara ideal hubungan internasional dilakukan oleh negara-negara di dunia karena dalam pemenuhan kebutuhan dalam negerinya. Hal ini dapat dianalogikan dengan manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Hal ini terjadi, karena pada dasarnya manusia atau negara tidak dapat hidup sendiri dan pasti memerlukan manusia atau negara lainnya untuk berinteraksi dalam tujuan memenuhi kebutuhan dirinya.
            Kondisi-kondisi seperti ini menyebabkan terjadinya suatu pola hubungan yang menjadi ciri dalam hubungan internasional yang dilakukan negara-negara dunia.[1] Hubungan yang terjalin menyebabkan ketergantungan antar negara dunia ketiga dan negara dunia pertama memang tidak dapat dihindarkan. Di satu sisi dapat dipandang bahwa Negara dunia ketiga sangat membutuhkan modal, informasi, dan teknologi untuk membangun negara mereka. Sementara itu negara dunia pertama membutuhkan negara dunia ketiga sebagai pasar dari hasil industrinya dan juga sebagai penyedia sumber daya alam bagi kelangsungan industrinya.
            Tetapi hal tersebut diatas dapat dipandang hanya sebagai suatu konsep saja. Kondisi ini karena pada realitanya pada sistem dunia internasional kerjasama yang dilakukan antar negara dunia ketiga dan negara dunia pertama selalu menguntungkan negara dunia pertama saja. Hubungan negara dunia ketiga dan negara dunia pertama cenderung bersifat ekspoloitatif karena negara dunia pertama sebagai pemilik modal dan negara dunia ketiga yang mempunyai sumber daya alam dan tenaga kerja yang murah dan tidak mempunyai modal.
Disisi lain, Dalam pembangunan suatu negara dapat dilakukan dari pembangunan sektor ekonomi atau dari sektor pembangunan politik. Namun, pada suatu pembangunan yang bertolak dari sektor politik maka negara tersebut harus jeli dalam memahami masyarakatnya karena tidak semua negara dapat maju dengan sistem demokrasi. Sebagai contoh perbedaan Rusia dan Cina, pada awalnya mereka sama-sama menganut paham komunis. Namun sejak kalah perang dengan Amerika, Cina dan Rusia berusaha membangun negara mereka masing-masing. Perbedaanya, Rusia memulai pembangunan dengan bertolak dari sistem politiknya dengan mengubah menjadi demokrasi sedangkan Cina mengubah sistem ekonominya menjadi terbuka. Pada hari ini dapat dilihat perbedaan perkembangan dari Cina dan Rusia. Perkembangan Cina maju dengan pesat dibandingkan dengan Rusia. Disini jelas negara dunia pertama berusaha mempertahankan dominasinya dengan menyebarkan pengaruhnya ke penjuru dunia.
1.2  Rumusan Permasalahan
Mengenai istilah “negara maju (Negara Utara)” dan “negara berkembang (Negara Selatan)” maka, merujuk kepada suatu kondisi yang sangat tidak seimbang dari kedua istilah ini. Kedua istilah tersebut merupakan penggolongan negara-negara di dunia berdasarkan kesejahteraan atau kualitas hidup rakyatnya. Negara maju adalah negara yang rakyatnya memiliki kesejahteraan atau kualitas hidup yang tinggi. Sedangkan negara berkembang adalah negara yang rakyatnya memiliki tingkat kesejahteraan atau kualitas hidup taraf sedang atau dalam perkembangan.
Istilah penggolongan negara-negara ini kemudian dalam Teori Struktural dijelaskan sebagai sistem sosial status-peran yang dikemukakan oleh Talcott Parsons. Yaitu terdapat pembagian status yaitu negara maju dan negara berkembang yang menjalankan perannya masing-masing. Dalam pelaksanaannya negara berkembang memiliki peran  menyediakan hasil pertanian bagi industri negara maju. Perlu diketahui bahwa peran tersebut dapat direalisasikan apabila mendapat bantuan keuangan dari negara maju, sehingga negara berkembang semakin bergantung terhadap negara maju. Misalnya Indonesia yang tergantung pada sektor primer atau pertanian dengan modal dari negara maju melalui IMF atau lainnya,   
Dari latar belakang diatas dapat terlihat jelas bahwasannya terdapat beberapa perbedaan pada interaksi internasional yang terjadi. Dalam realitas yang terjadi, maka dapat dilihat peranan terbesar pada dasarnya dipegang oleh para pelaku interaksi internasional/ negara. Dalam hal ini yang pastinya memiliki tujuan yang bermacam-macam yang pada akhirnya hal terebut akan menghasilkan suatu perubahaan keadaan hubungan internasional dunia secara menyeluruh. Hal ini juga merujuk kepada Setiap negara di dunia memang tidak dapat berdiri sendiri dalam memenuhi kebutuhan dalam negerinya.
Dalam interaksi-interaksi internasional yang dilakukan antar negara ini, sangat memungkinkan sebuah negara yang miskin dapat menjadi negara kaya, dan sebaliknya. Tetapi, pada realitasnya hubungan interaksi negara miskin dan negara kaya ini hanya menguntungkan bagi negara kaya saja artinya kondisi ini menciptakan apa yang dinamakan dengan teori depedensi.[2] Dalam makalah penulis tertarik untuk melihat fenomena ini, maka penulis merumuskan masalah pertanyaan, yaitu : bagaimana kondisi obyektif saat ini tentang konflik ekonomi-politik negara Utara dan Selatan ?
1.3 Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini ialah untuk mendeskripsikan mengenai kondisi saat ini konflik yang terjadi antara negara-negara Utara dan Selatan. Selain itu juga mendeskripsikan bagaimana solusi teoritik mengenai konflik yang terjadi.
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode library research. Dimana penulis mengambil bahan melalui studi literatur termasuk akses data melalui internet. Akses internet dilakukan dengan selektif melalui alamat situs yang kredibilitasnya dapat dipercaya. Data yang telah didapatkan, kemudian akan dipilih yang sesuai dengan tema makalah.
1.5  Sistematika Penulisan
Untuk mewujudkan sebuah makalah yang sistematis dan menarik untuk dicermati, maka sistem penulisan pada bab-bab berikutnya akan tercermin pada poin-poin sebagai berikut:
·         Di dalam bab 1, akan diuraikan mengenai latar belakang permasalahan, pembatasan masalah, teknik pengumpulan data dan sistematika penulisan.
·         Di dalam bab 2,  Pendahuluan
·         Di dalam bab 3, Solusi Teoritik
·         Di dalam bab 4, Simpulan



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Hubungan Negara-negara Utara-Selatan
Perkembangan dunia pada abadke 21 ini telah memberikan studi hubungan internasional kesempatan yang luas, hal ini disebabkan perubahan dramatis yang terjadi akibat jatuhnya komunisme di Eropa dan berakhirnya perang dingin. Oleh sebab itu, menjadikan dunia mengalami kemunduran dan disintregasi kekuatan, dilain pihak juga berubah positif dan terjadi penggabungan kekuatan.Terorisme ketegangan penggunaan nuklir, isu-isu rasial, dan global warming memberikan perlawanan kepada tersebarnya demokrasi, isu perdamaian dunia, dan kerjasama untuk mengintegrasikan dunia. Fokus dunia telah berubah dari paham negara komunis-Negara demokrasi menjadi sebuah dunia yang tidak lagi memperdulikan Negara tetapi juga organisasi non Negara seperti PBB.[3]
Dilain sisi, masalah kesejahteraan ekonomi telah menciptakan jurang antara negara maju dengan negara dunia ketiga, jurang ini menciptakan kesenjangan sosial yang berujung pada renggangnya hubungan antar Negara. Negara di seluruh dunia pada dasarnya membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhannya, Negara maju seperti Amerika mengandalkan ekonomi dari penjualan barang barang berteknologi tinggi, komputer,mobil,pesawat terbang. Permasalahan yang timbul di Negara maju adalah kurangnya sumber daya seperti buah-buahan,minyak,dan bahan mentah lainnya. Sumber daya ini dihasilkan di Negara-negara berkembang, hal inilah yang menyebabkan Negara maju melakukan eksploitasi yang berujung pada ketidakadilan. Karena pada praktiknya Negara berkembang hanyadijadikan sebagai tambang untuk dikeruk oleg Negara maju.
Fakta menunjukkan berkembang pesatnya studi hubungan internasional dewasa ini, khususnya setelah berakhirnya Perang Dingin, tak lepas dari keberhasilan salah satu kunci penting yang patut diperhitungkan pada proses berlangsungnya hubungan internasional itu sendiri. Interaksi internasional sebagai salah satu aspek penting yang tak hanya menyumbangkan keberhasilan hubungan antar Negara, namun juga memberikan dampak kepada dunia secara menyeluruh. Interaksi internasional itu dilakukan oleh Negara-negara yang memiliki tujuan yang serupa serta visi dan misi yang tak saling bertolak belakang.
“International interaction are politically relevant processes of communication and exchange between actors in the international system. As such they will reflect the goals, resources, and actions, and they will be influenced by the context in which and the levels at which they occur.” [4]
 Definisi tersebut mengimplikasikan aspek yang sangat memengaruhi keberhasilan interaksi internasional, yaitu pelaku interaksi internasional yang akan mencerminkan tujuan serta aksi yang akan dilakukan guna mencapai keberhasilan dari hubungan di antara Negara tersebut. Dengan adanya “communication and exchange” yang baik antar Negara juga tentunya akan menghasilkan suatu keberhasilan.
Tetapi, disatu sisi Hubungan internasional dengan segala dinamikanya telah membantu masyarakat global untuk menyelesaikan permasalahan fundamental di dunia. Berbagai problem yang muncul menjadikan studi hubungan internasional menjadi ilmu yang penting karena mencakup kemaslahatan hidup orang banyak yang pada dunia internasional adalah dunia secara global. Oleh sebab itu studi Hubungan Internasional telah menjadi bagian penting dari kehidupan di dunia global sebagai global strategist.
Perbedaan Negara Uatar-Selatan
Dengan kesenjangan yang semakin melebar antara negara Utara dan Negara Selatan semakin menciptakan suatu kondisi yang tidak kondusif. Dalam membahas masalah ini, menarik untuk membahas mengenai pebedaan antara negara Utara dan Selatan terlebih dahulu. Suatu Negara dapat digolongkan Negara maju (Negara Utara) dilihat dari kemapuan Negara tersebut telah menyeimbangkan pencapaian pembangunan yang telah dilakukan, oleh sebab itu maka sebagian besar tujuan pembangunan telah dapat terwujud, baik yang bersifat fisik ataupun non fisik. Dalam hal ini Istilah negara maju dapat digunakan untuk menguraikan negara-negara yang dihitung menikmati tingkat pembangunan yang tinggi berdasarkan ukuran-ukuran tertentu. Ukuran yang mana dan negara mana yang digolongkan sebagai maju masih menjadi titik perselisihan dan perdebatan yang hangat, tetapi perdebatan semacam biasanya dikuasai oleh ukuran ekonomi.
Untuk melihat perbedaan dan kesenjangan antara negara Utara dan Selatan ialah merujuk kepada pendapatan per kapita. Pendapatan perkapita yang dilihat yaitu negara yang tinggi keluaran dalam negara kasar (PDB) per capitanya bisa diterima sebagai negara maju. Ukuran lainny untuk menggolongkan hal ini ialah ukuran ekonomi adalah pengindustrian, yaitu negara-negara yang ekonominya dikuasai oleh sektor tertier dan kuaterner bisa diterima sebagai negara maju. Disamping kedua aspek tersebut, salah satu aspek lagi yaitu ukuran yang semakin penting yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang bergabung dengan ukuran ekonomi, pendapatan negara, umur, pendidikan dan sebagainya. Bila dilihat, ukuran ini menentukan negara yang terukur IPM sangat tinggi sebagai negara maju. Akan tetapi, kaidahnya untuk dalam usaha menentukan taraf “maju” dengan mana-mana cara yang digunakan.
Diatas telah dijelaskan mengenai ukuran negara maju, dan sekarang menarik untuk membandingkannya dengan negara Selatan.  Negara Selatan secara teori dapat diartikan sebagai sebuah negara yang dengan kesejahteraan material yang dapat digolongkan kepada tingkat rendah. Kondisi ini disebabkan tidak ada definisi tetap negara berkembang yang diakui secara internasional, tingkat pembangunan bisa saja bervariasi di dalam negara berkembang tersebut. Bila merujuk dari kondisiya sejumlah negara berkembang memiliki standar hidup rata-rata yang tinggi. Negara yang memiliki ekonomi yang lebih maju daripada negara berkembang lainnya, namun tidak sepenuhnya menampakkan tanda-tandanegara dikelompokkan dalam istilah negara industri.
Negara berkembang adalah negara yang dipahami negara yang sedang dalam pembanungan dalam hal pembangunan ekonomi, sosial dan politik memiliki tingkat yang relatif rendah. Negara berkembang ini merupakan istilah kolektif untuk negara-negara yang sedang berkembang namun bukan disebut dengan negara “miskin” atau negara mundur.  Negara sebagai negara berkembang atau tidak, tergantung pada tolok ukur yang digunakan untuk mengukur pembangunan suatu negara apakah dilihat dari ekonomi, sosial maupun politiknya.
2.2  Perbedaan Negara Utara dan Selatan
Studi terbaru menunjukkan bahwa kesenjangan pendapatan antara negara-negara barat atau negara maju (Utara) dengan negara berkembang melonjak 733 persen dalam 200 tahun. Hal tersebut, seperti dikutip dari Huffington Post, Rabu 29 Mei 2013, ditemukan oleh Diego Comin, seorang profesor Harvard Business School dan Marti Mestieri, peneliti di Toulouse School of Economics.  Hasil penelitian menunjukkan, pada tahun 1800 pendapatan negara-negara maju di Eropa dengan negara berkembang sebesar 90 persen. Memasuki tahun 2000, perbedaan ekonomi antara keduanya membengkak hingga 750 persen.[5]
Istilah dunia ketiga mulai populer sejak tahun 60-an. Istilah tersebut diperkenalkan kepada publik yang berbahasa inggris, Peter Worsley (1964) dan Irving Louis Horowitz (1966) dalam bukunya three worlds of development. Dunia pada saat ini dilihat dari pola kemajuannya ditandai dengan tiga kelompok negara, yaitu dunia pertama yang disebut dunia bebas atau blok atlantik yang meliputi Eropa Non-Komunis dan Amerika Utara. Dunia kedua meliputi negara-negara Eropa Timur atau Blok Uni Soviet, dan dunia ketiga meliputi Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Pada umumnya negara dunia ketiga adalah negara-negara yang terletak di sekitar dan diselatan khatulistiwa, sedangkan dunia pertama dan kedua di sebelah utara. Dunia pertama dan kedua bersama-sama berpenduduk 30% dari jumlah penduduk seluruh dunia dan menghuni 40% daratan dari seluruhnya. Selebihnya adalah sejumlah besar negara merdeka yang baru saja melepaskan diri dari penjajahan. Sehingga didalam negara dunia ketiga terdapat negara paling miskin di dunia dan secara teknologis sangat terbelakang. Namun negara-negara tersebut mempunyai sumber-sumber alam yang kaya raya dan potensial untuk mencapai kemajuan negaranya.
Tamas Szentes, dalam bukunya yang berjudul The Political Economy of Underdevelopment (1976), menyatakan bahwa keterbelakangan dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu:
1.      Adanya keterbatasan Sumber-sumber, baik sumber alam maupun sumber manusia.
2.      Keterbelakangan danggap sebagai keterlambatan dalam arti lingkaran setan statik (static vicious circle) atau sistem yang berkeseimbangan stabil semu (quasi-stable equilibrium system).
3.       Dapat dipandang sebagai keterikatan tradisi.
4.      Keterbelakangan dianggap sebagai kondisi yang bersifat historik sebagai akibat kesenjangan yang terjadi antara negara maju dengan negara berkembang sementara negara lain sudah jauh mendahului dengan kecepatan yang berbeda.
5.      Keterbelakangan dianggap sebagai akibat ketidakseimbangan dalam hubungan internasional.
Negara dunia pertama merupakan negara-negara pemenang Perang Dunia Kedua dan merupakan negara yang tergabung dalam blok barat. Perekonomian pada negara dunia pertama sudah merupakan negara industri yang maju, walaupun bergerak di bidang pertanian tapi industri yang diterapkan oleh negara dunia pertama telah menerapkan industri yang maju.
Dari segi pemberdayaan sumber daya alam, negara maju dapat mengoptimalisasikan sumber daya alam dengan maksimal karena tersedianya modal, teknologi dan tenaga ahli. Negara maju terus melakukan inovasi pemberdayaan sumber energi yang ada guna menjadi energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan energinya dalam bidang industri. Sedangkan kedudukan negara dunia pertama pada politik internasional, negara dunia pertama ini menempati pos-pos penting dalam sistem dunia internasional seperti menjadi anggota pemegang hak veto di PBB. Hal ini dikarenakan mereka merupakan negara pemenang perang.
Di samping itu, Industrialisasi dan modernisasi yang dijalankan negara-negara dunia ketiga tidak berjalan mulus. Banyak negara-negara dunia ketiga telah gagal dalam menjalankan industrialisasi. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya kegagalan industrialisasi di Amerika Latin. Teori ketergantungan yang dikemukakan oleh Raul Prebisch, Secara umum, Prebisch menyatakan bahwa sistem perdagangan internasional memaksa negara-negara yang kurang berkembang (LDCs) berperan sebagai produsen dari bahan-bahan utama dan bahan-bahan mentah, sementara negara maju terus mendapatkan kesejahteraan sebagai produsen barang-barang industri. Pembagian kerja internasional seperti ini memaksa ketergantungan negara kurang berkembang terhadap negara-negara maju untuk menjadi outlet dari produk utama LDCs. Selain itu, spesialisasi produksi seperti ini mengabadikan ketergantungan LDC kepada negara-negara maju dalam hal modal dan teknologi (Balaam & Veseth, 2001:329).
Teori sistem dunia yang dikemukakan oleh Wallerstein. Menurut Wallerstein, sistem dunia modern bukan hanya satu-satunya sistem dunia yang ada. Ada banyak tipe sistem dunia dan salah satunya adalah sistem dunia perekonomian kapitalis. Sistem dunia perekonomian kapitalis adalah suatu sistem yang terbentuk secara sosial, terstruktur dengan adanya pembagian tenaga kerja, yang mana prinsipnya adalah kemudahan akumulasi kapital (Wallerstein, dalam Booth: 87).[6] Wallerstein kemudian membagi dunia menjadi tiga bagian yaitu core, semi-periphery, dan periphery. Core merupakan negara yang memiliki kapital sedangkan periphery merupakan negara yang memiliki tenaga kerja. Sehingga, relasi antar keduanya cenderung bersifat eksploitatif dimana core yang memiliki kapital mengeksploitasi periphery yang hanya memiliki tenaga kerja sementara tidak memiliki kapitaln (Wallerstein, dalam Booth: 88).
Berdasarkan teori-teori tersebut, disimpulkan bahwa kegagalan industrialisasi di negara-negara dunia ketiga lebih merupakan problem struktural karena struktur internasional yang berupa perekonomian kapitalis serta sistem perdagangan internasional yang hanya mengonsentrasikan industri di tangan negara-negara maju hanya akan membuat negara-negara dunia ketiga tergantung terhadap negara maju sementara negara-negara maju menikmati kesejahteraan.[7] Industrialisasi yang dijalankan melalui pembangunan ternyata tidak memberikan kesejahteraan kepada negara dunia ketiga. Hal tersebut dikarenakan adanya industrialisasi justru makin memperkaya negara maju dan mempermiskin negara berkembang. Negara maju berkonsentrasi pada industri sedangkan negara dunia ketiga berkonsentrasi pada penyediaan bahan mentah.
2.3  Kesenjangan Hubungan Antar Antar Negara Kaya (negara Utara) Dan Negara Miskin (negara Selatan)
            Dalam membahas masalah ini ketimpangan negara maju dan negara miskin (berkembang), sebenarnya terlebih dahulu merujuk kepada masalah kemiskinan. Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah kemiskinan. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan masalah tersebut berlarut-larut akan semakin memperkeruh keadaan, dan tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi negative terhadap kondisi sosial dan politik. Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya.
Negara maju menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah menjadi permasalahan bagi dunia internasional. Kesalahan pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan bantuan dan atau pinjaman tersebut, justru dapat berdampak buruk bagi struktur sosial dan perekonomian negara bersangkutan. Demikianlah adanya arus perputaran perekonomian dari saat kesaat di dalam sebuah perekonomian swasta. Namun, corak arus itu untuk perekonomian dimana pemerintah ikut di dalamnya sehingga bukan perekonomian swasta lagi tidaklah akan menyimpang dari prinsip itu, mengingat pemerintah merupakan unsur pengatur dan penyeimbang perekonomian secara keseluruhan.
Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan merupakan dua masalah besar dibanyak negara berkembang. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara.
Pemahaman utamanya meliputi: Pertama, gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. Kedua, gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalammasyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalahmasalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Ketiga, gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Dan kondisi ini, secara teori dapat di analogikan sebagai kondisi negara Selatan.
Menarik untuk melihat Hubungan yang terjalin antara negara maju dengan negara dunia ketiga bersifat hubungan ketergantungan. Hubungan ketergantungan terjadi karena negara dunia ketiga bergantung kepada negara maju yang memiliki modal dalam sistem perekonomian dunia yang kapitalis. Ketergantungan negara dunia ketiga terhadap dunia maju disebabkan oleh beberapa hal. Yanuar Ikbar menyatakan bahwa ada empat hal yang menyebakan ketergantungan antar negara berkembang terhadap negara maju (Ikbar, 2006:180).
1.      Alasan ekonomi, hal ini disebabkan pasca merdeka dan baru berdiri sebagai suatu negara baru, negara-negara dunia ketiga masih belum memiliki kapabilitas yang cukup untuk melakukan pembangunan secara mandiri. Sehingga, negara-negara tersebut berusaha untuk mencari bantuan kepada negara-negara maju agar membantunya dalam hal pembangunan.
2.      Alasan teknologi, negara-negara maju memiliki kelebihan di bidang teknologi dibandingkan negara-negara dunia ketiga. Maka dari itu, secara tidak langsung negara-negara dunia ketiga berusaha untuk mendekati negara-negara maju demi mendapatkan transfer teknologi.
3.      Masalah kemananan, sama halnya dengan bidang teknologi dalam bidang militerpun negaja-negara maju jauh lebih mapan sehingga banyak negara-negara dunia ketiga yang melakukan kerjasama bidang kemanan dengan negara-negara maju.
4.      Masalah sosial lainnnya, yaitu merupakan upaya negara agar mencapai kesejahteraan rakyatnya. Negara-negara dunia ketiga melakukan pinjaman luar negeri untuk memperbaiki kehidupan yang menunjang bagi sarana dan prasana dalam negerinya sehingga kesejahteraan dalam negeri dapat tercapai.
Agar terlepas dari ketergantungan ini maka negara dunia ketiga membentuk suatu solusi baru terkait dengan sistem perekonomian dunia yang kapitalis dan sistem perdagangan yang hanya menguntungkan negara maju saja. Solusi yang dicetuskan adalah Tata Ekonomi Dunia Baru (New International Economic Order) yang mana negara dunia ketiga mendapatkan peran yang cukup dan mampu mengimbangi negara maju sehingga kegagalan industrialisasi tidak akan terjadi lagi. Namun, solusi ini juga gagal karena beberapa negara industri yang dipimpin AS menolak pengimplementasian NIEO.





BAB III
SOLUSI TEORITIK
Melihat akar dari konflik Negara Utara-Selatan ialah masalah kemampuan negara yang bersangkutan yang menyebabkan suatu kondisi yang dikenal dengan ketergantungan atau depedensi. Penyebab konflik yang terjadi adalah akibat dari hubungan negara miskin dan kaya atau sebaliknya didasarkan pada ketidakmampuan. Negara dunia ketiga membutuhkan modal untuk pembangunan sedangkan negara kaya memerlukan negara dunia ketiga karena sumber daya alamnya. Seharusnya hubungan kerja sama yang dilakukan dapat menjadi hubungan yang saling menguntungkan.
 Ada dua penyebab kenapa jurang ekonomi tersebut terjadi, pertama adalah akses terbatas warga negara berkembang terhadap teknologi baru. Kedua, lambatnya warga negara berkembang untuk mengadopsi berbagai inovasi. Salah satu cara untuk memecahkan masalah ini adalah menciptakan kebijakan yang bertujuan untuk membawa teknologi baru untuk negara-negara miskin. Teknologi baru dapat membawa negara miskin menuju produktivitas yang lebih tinggi. Sebab, semakin banyak unit teknologi baru yang digunakan negara, makin tinggi pula keuntungan produktivitas yang dibawa oleh teknologi baru tersebut.
Raksasa teknologi seperti Google, telah mendanai dan mengembangkan jaringan internet nirkabel di berbagai negara berkembang sebagai upaya mempercepat transfer teknologi di seluruh dunia.  Namun, upaya tersebut kemungkinan tidak cukup untuk membalikkan 200 tahun sejarah. Kesenjangan juga diciptakan oleh adanya kolonialisasi Eropa selama 500 tahun terakhir. Bangsa Eropa menguras sumber daya alam dari negara-negara non barat yang mereka taklukkan. Catatan New York Review of Books menunjukkan, beberapa negara terjajah adalah negara terkaya dan paling maju beberapa ratus tahun lalu, kini termasuk dalam negara termiskin. Dalam prakteknya, hubungan kerja sama antar negara miskin dan maju diatur oleh rezim.
Pasca kemenangan pada Perang Dunia Kedua, negara-negara pemenang berupaya menyebarluaskan ideologinya, kapitalisme, keseluruh dunia. Hal ini didukung dengan dibentuknya rezim yang mengatur perdagangan dunia yaitu WTO. Hubungan kerja sama antar negara inilah diatur dalam WTO. Tidak dipungkiri lagi sejumlah ketentuan yang terdapat di dalam WTO tersebut tidak memihak kepada negara berkembang. WTO sangat mendukung akan adanya perdagangan bebas yang merupakan keinginan orang-orang yang mempunyai ideologi kapitalis. Dalam persaingan pasar bebas ini sangat dibutuhkan persiapan yang matang bagi negara yang ingin terlibat misalnya menyiapkan modal. Pada negara dunia ketiga modal merupakan kendala utama dalam persiapan di pasar bebas sehingga negara-negara dunia ketiga melakukan peminjaman kepada IMF dan World Bank yang tentu saja hal ini akan mematikan negara peminjam tersebut.
Dalam interaksi internasional yang dilakukan, selain adanya rezim yang mengatur hubungan perdagangan yang menguntungkan negara maju, kesenjangan antar negara dunia ketiga dan pertama juga disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam negara dunia ketiga itu sendiri. Bila dianalisa secara mendalam, maka dapat terlihat jelas bahwa pada umumnya negara dunia ketiga tidak mempunyai stabilitas politik yang kuat dan keadaan ekonominya rendah. Kondisi ini menghasilkan sebuah fenomena yang mengarah kepada Konflik politik, hal ini yang sering terjadi negara di dunia ketiga membuat orang-orang yang mempunyai kekuasaan sibuk mempertahankan kekuasaannya dengan cara apa pun.
Dengan kondisi seperti itu, menyebabkan suatu kondisi yang menyebabkan terjadinya mental-mental korup pada orang-orang dalam pemerintahan di negara dunia ketiga atau negara Selatan. Dengan demikian segala potensi yang dimiliki oleh negara tersebut tidak dioptimalkan dengan maksimal dan kondisi ini sangat rentan dengan intervensi asing yang ingin menguasai sumber daya alam pada negara dunia ketiga tersebut. Dengan kata lain, keadaan internal juga sangat mempengaruhi kemampuan negara Selatan dalam berkompetisi dengan negara Utara yang identic dengan kemajuan disegala bidang.
Selain itu juga, keadaan sistem internasional yang dilaksanakan berdasarkan asas atau berideologikan kapitalisme juga merupakan salah satu factor penyebab kesenjangan antara negara miskin dan kaya. Kesimpulan yang didapatkan ialah, dengan duberlakukannya sistem kapitalisme dalam, semua bentuk kerjasama dan perdagangan hanya akan menguntungkan bagi pemilik modal yaitu negara-negara kaya (Utara) dan kerja sama yang dilakukan akan cenderung bersifat eksploitatif. Eksploratif disini memiliki arti bahwa negara Utara memiliki maksud tujuan terselubung dalam melakukan kerjasama dengan negara Selatan.hal inilah yang menjadikan konflik yang semakin renggang.
Oelh sebab itu, dibutuhkan suatu komitmen dan penerapan kerjasama yang saling menguntungkan. Karena, dengan keadaan sistem internasional yang kapitalis negara kaya akan tambah menjadi kaya dan negara miskin akan tetap miskin. Ketimpangan atau kesenjangan antar negara kawasan utara dan negara kawasan selatan memanglah sebuah fenomena yang diharapkan oleh negara-negara kaya untuk tetap menjaga dominasinya di dunia internasional serta untuk meminimalisirkan ancaman yang ditimbulkan.
            Dalam mengatasi konflik Negara Utara-Selatan ini, solusi yang mungkin dapat diterapka ialah menciptakan suatu kondisi internasional yang lebih seimbang. Dalam hal ini yang dimaksudkan ialah iklim kerjasama yang lebih balance yang terjalin antara negara Utara-Selatan. Kerjasama seharusnya menciptakan suatu kondisi yang saling menguntungkan. Kondisi ini dilatar belakang oleh kondisi dimana konflik Utara-Selatan terjadi karena iklim kerjasama yang selalu timpang dan selalu menguntungkan negara Utara.
           
BAB IV SIMPULAN
            Dari pembahasan makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan konflik Utara-Selatan telah mengalami pelebaran konflik. Hal ini dapat terlihat dominasi dari negara Utara terhadap negara Selatan yang semakin terlihat jelas. Keadaan ini semakin memperparah kondisi negara Selatan semakin “terperosok” dalam kemiskinan yang terstruktur yang diciptakan oleh negara Utara. Kegiatan-kegiatan atau interaksi yang dilakukan antara negara Utara dan Selatan, secara mutlak akan dimenangkan dan didominasi oleh negara Utara.
Hubungan kerja sama antara negara miskin (Selatan) dan negara kaya (Utara) dapat terlihat jelas dari pemaparan diatas secara kongkrit tidak dapat menghasilkan suatu hubungan yang saling menguntungkan atau win-win Solution seperti yang dipromosikan oleh negara Utara. Pada abad ke-21 ini, dapat disimpulkan bahwa hubungan kerja sama bilateral atau pun multirateral yang dilakukan antara negara maju dan negara berkembang merupakan suatu bentuk imprealis baru yang dilakukan negara Utara ke negara Selatan. Bila dibandingkan, dapat dilihat bahwa pada zaman dulu perang diidentikkan dengan kontak fisik, tetapi hal ini tidak dengan kondisi saat ini, karena pada abad ini perang dapat berupa suatu bentuk kerjasama.
 Kerjasama yang dilakukan pada abd ini kebanyakan dibuat oleh negara-negara pemenang perang atau negara dunia pertama (Utara) kebanyakan dilakukan untuk menguasai sumber daya alam di negara miskin guna memulihkan kondisi pasca perang. Bila dilihat dengan sistem dunia internasional yang kapitalis, hanya negara yang memiliki modallah yang akan memenangkan persaingan. Tetapi, permasalahan yang dihadapi oleh negara dunia ketiga (Selatan) dalam menghadapi sistem internasional seperti ini adalah persiapan dengan menguatkan sektor dalam negeri. Melihat kondisi dalam negeri negara Selatan, maka permasalahan di dalam negeri merupakan masalah utama yang dihadapi. Tetapi apabila kondisi dalam negeri sudah kuat maka negara tersebut akan kuat pula dalam panggung dunia internasional dan diharapkan dapat mengambil keuntungan dari sistem internasional yang kapitalis. Apabila melihat kondisi negara dunia pertama selain menyebarkan sistem ekonomi kapitalis, negara Utara atau negara Dunia Pertama juga berusaha menyebarkan sistem pemerintahan demokrasi.
Disampin itu, Kesejahteraan ekonomi telah menciptakan jurang antara negara maju dengan negara dunia ketiga, jurang ini menciptakan kesenjangan sosial yang berujung pada renggangnya hubungan antar Negara. Dengan kata lain, sistem perekonomian dunia yang telah dirancang oleh negara-negara dunia pertama yang berbentuk kapitalis, mustahil bagi negara dunia ketiga dapat keluar dari kemiskinan dengan melakukan kerja sama dengan negara dunia pertama. Padahal seharusnya dengan kerja sama ini diharapkan dapat menghasilkan hubungan yang saling menguntungkan.
















Daftar Pustaka
A.A. Banyu Perwita & Yayan M. Yani,2005, Pengantar Ilmu Hubungan    Internasional, Bandung, Rosda.
Clark, P Robert. 1989. Menguak Kekuasaan dan Politik Di Dunia Ke Tiga. Jakarta: Erlangga
Hocking, Brian & Smith, Michael (1990) World Politics, An Introduction to International Relations, Harvester/Wheatsheaf.
Goldstein, Joshua S. (2005) International Relations, Pearson/Longman
Goldthorpe, J.E. 1992. SOSIOLOGI DUNIA KETIGA Kesenjangan danPembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Mas’oed,  Mochtar.  1994.  Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan       Metodologi. Jakarta:    LP3ES.
Ndraha, Taliziduhu. PEMBANGUNAN MASYARAKAT Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Rineka Cipta
Peng, Marthin Khor Kok. 2003. Hubungan Utara Selatan: Konflik atau Kerja Sama. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama





[1] Mochtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional” dan “Paul R. Viotti & Mark V. Kauppi, International Relation Theory”, h.41
[2] Mas’oed,  Mochtar.  1994.  Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan              Metodologi. Jakarta:           LP3ES.
[3] Goldstein, Joshua S. (2005) International Relations, Pearson/Longman
[4] Hocking, Brian & Smith, Michael (1990) World Politics, An Introduction to International Relations, Harvester/Wheatsheaf. Hal. 11.
[6] A.A. Banyu Perwita & Yayan M. Yani,2005, Pengantar Ilmu Hubungan               Internasional,Bandung, Rosda.
[7] Peng, Marthin Khor Kok. 2003. Hubungan Utara Selatan: Konflik atau Kerja Sama. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar