BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah pemenuhan
kebutuhan negara menjadi masalah yang menjadi titik pokok atau standar pokok yang
mengharuskan setiap Negara-negara di dunia melakukan segala cara untuk
menggapainya. Disampin itu juga, dapat dilihat pada kondisi saat ini memang
bahwa secara ideal
hubungan internasional dilakukan oleh negara-negara di dunia karena dalam
pemenuhan kebutuhan dalam negerinya. Hal ini dapat dianalogikan dengan manusia sebagai makhluk
sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Hal ini terjadi, karena pada dasarnya manusia atau negara tidak dapat
hidup sendiri dan pasti memerlukan manusia atau negara lainnya untuk
berinteraksi dalam tujuan memenuhi kebutuhan dirinya.
Kondisi-kondisi
seperti ini menyebabkan terjadinya suatu pola hubungan yang menjadi ciri dalam
hubungan internasional yang dilakukan negara-negara dunia.[1]
Hubungan yang terjalin
menyebabkan ketergantungan
antar negara dunia ketiga dan negara dunia pertama memang tidak dapat
dihindarkan. Di satu sisi dapat dipandang bahwa Negara dunia ketiga sangat membutuhkan modal,
informasi, dan teknologi untuk membangun negara mereka. Sementara itu negara
dunia pertama membutuhkan negara dunia ketiga sebagai pasar dari hasil
industrinya dan juga sebagai penyedia sumber daya alam bagi kelangsungan
industrinya.
Tetapi
hal tersebut diatas dapat dipandang hanya sebagai suatu konsep saja.
Kondisi ini karena pada realitanya pada sistem dunia internasional kerjasama yang dilakukan
antar negara dunia ketiga dan negara dunia pertama selalu menguntungkan negara
dunia pertama saja. Hubungan negara dunia ketiga dan negara dunia pertama
cenderung bersifat ekspoloitatif karena negara dunia pertama sebagai pemilik
modal dan negara dunia ketiga yang mempunyai sumber daya alam dan tenaga kerja
yang murah dan tidak mempunyai modal.
Disisi lain, Dalam pembangunan suatu negara dapat dilakukan dari
pembangunan sektor ekonomi atau dari sektor pembangunan politik. Namun, pada
suatu pembangunan yang bertolak dari sektor politik maka negara tersebut harus
jeli dalam memahami masyarakatnya karena tidak semua negara dapat maju dengan
sistem demokrasi. Sebagai contoh perbedaan Rusia dan Cina, pada awalnya mereka
sama-sama menganut paham komunis. Namun sejak kalah perang dengan Amerika, Cina
dan Rusia berusaha membangun negara mereka masing-masing. Perbedaanya, Rusia
memulai pembangunan dengan bertolak dari sistem politiknya dengan mengubah
menjadi demokrasi sedangkan Cina mengubah sistem ekonominya menjadi terbuka.
Pada hari ini dapat dilihat perbedaan perkembangan dari Cina dan Rusia.
Perkembangan Cina maju dengan pesat dibandingkan dengan Rusia. Disini jelas
negara dunia pertama berusaha mempertahankan dominasinya dengan menyebarkan
pengaruhnya ke penjuru dunia.
1.2 Rumusan Permasalahan
Mengenai istilah “negara maju
(Negara Utara)” dan “negara berkembang (Negara Selatan)” maka, merujuk
kepada suatu kondisi yang sangat tidak seimbang dari kedua istilah ini. Kedua istilah tersebut
merupakan penggolongan negara-negara di dunia berdasarkan kesejahteraan atau
kualitas hidup rakyatnya. Negara maju adalah negara yang rakyatnya memiliki
kesejahteraan atau kualitas hidup yang tinggi. Sedangkan negara berkembang adalah
negara yang rakyatnya memiliki tingkat kesejahteraan atau kualitas hidup taraf
sedang atau dalam perkembangan.
Istilah penggolongan negara-negara ini kemudian dalam Teori
Struktural dijelaskan sebagai sistem sosial status-peran yang dikemukakan oleh
Talcott Parsons. Yaitu terdapat pembagian status yaitu negara maju dan negara
berkembang yang menjalankan perannya masing-masing.
Dalam pelaksanaannya
negara berkembang memiliki peran menyediakan hasil pertanian bagi
industri negara maju. Perlu diketahui bahwa peran tersebut dapat
direalisasikan apabila mendapat bantuan keuangan dari negara maju, sehingga
negara berkembang semakin bergantung terhadap negara maju. Misalnya Indonesia
yang tergantung pada sektor primer atau pertanian dengan modal dari negara maju
melalui IMF atau lainnya,
Dari latar belakang
diatas dapat terlihat jelas bahwasannya terdapat
beberapa perbedaan pada interaksi internasional yang terjadi. Dalam realitas yang terjadi, maka dapat dilihat peranan terbesar pada dasarnya dipegang oleh
para pelaku interaksi
internasional/ negara. Dalam hal ini yang pastinya memiliki tujuan yang bermacam-macam yang pada akhirnya hal terebut akan menghasilkan
suatu perubahaan keadaan hubungan internasional dunia secara menyeluruh. Hal ini juga merujuk kepada Setiap negara di dunia memang tidak dapat
berdiri sendiri dalam memenuhi kebutuhan dalam negerinya.
Dalam
interaksi-interaksi internasional yang dilakukan antar negara ini, sangat memungkinkan sebuah
negara yang miskin dapat menjadi negara kaya, dan sebaliknya. Tetapi, pada realitasnya hubungan interaksi
negara miskin dan negara kaya ini hanya menguntungkan bagi negara kaya saja artinya kondisi ini
menciptakan apa yang dinamakan dengan teori depedensi.[2]
Dalam makalah penulis tertarik untuk melihat fenomena ini, maka penulis
merumuskan masalah pertanyaan, yaitu : bagaimana
kondisi obyektif saat ini tentang konflik ekonomi-politik negara Utara dan
Selatan ?
1.3 Tujuan penulisan
Tujuan penulisan
makalah ini ialah untuk mendeskripsikan mengenai kondisi saat ini konflik yang
terjadi antara negara-negara Utara dan Selatan. Selain itu juga mendeskripsikan
bagaimana solusi teoritik mengenai konflik yang terjadi.
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode library research. Dimana penulis mengambil bahan melalui
studi literatur termasuk akses data melalui internet. Akses internet dilakukan
dengan selektif melalui alamat situs yang kredibilitasnya dapat dipercaya. Data
yang telah didapatkan, kemudian akan dipilih yang sesuai dengan tema makalah.
1.5
Sistematika
Penulisan
Untuk
mewujudkan sebuah makalah yang sistematis dan menarik untuk dicermati, maka
sistem penulisan pada bab-bab berikutnya akan tercermin pada poin-poin sebagai
berikut:
·
Di dalam bab 1, akan
diuraikan mengenai latar belakang permasalahan, pembatasan masalah, teknik
pengumpulan data dan sistematika penulisan.
·
Di dalam bab 2, Pendahuluan
·
Di dalam bab 3, Solusi
Teoritik
·
Di
dalam bab 4, Simpulan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum
Hubungan Negara-negara Utara-Selatan
Perkembangan
dunia pada abadke 21 ini telah memberikan studi hubungan internasional
kesempatan yang luas, hal ini disebabkan perubahan dramatis yang terjadi akibat
jatuhnya komunisme di Eropa dan berakhirnya perang dingin. Oleh sebab itu,
menjadikan dunia mengalami kemunduran dan disintregasi kekuatan, dilain pihak
juga berubah positif dan terjadi penggabungan kekuatan.Terorisme ketegangan
penggunaan nuklir, isu-isu rasial, dan global warming memberikan perlawanan
kepada tersebarnya demokrasi, isu perdamaian dunia, dan kerjasama untuk
mengintegrasikan dunia. Fokus dunia telah berubah dari paham negara
komunis-Negara demokrasi menjadi sebuah dunia yang tidak lagi memperdulikan Negara
tetapi juga organisasi non Negara seperti PBB.[3]
Dilain sisi, masalah kesejahteraan
ekonomi telah menciptakan jurang antara negara maju dengan negara dunia ketiga,
jurang ini menciptakan kesenjangan sosial yang berujung pada renggangnya
hubungan antar Negara. Negara di seluruh dunia pada dasarnya membutuhkan negara
lain untuk memenuhi kebutuhannya, Negara maju seperti Amerika mengandalkan
ekonomi dari penjualan barang barang berteknologi tinggi,
komputer,mobil,pesawat terbang. Permasalahan yang timbul di Negara maju adalah
kurangnya sumber daya seperti buah-buahan,minyak,dan bahan mentah lainnya.
Sumber daya ini dihasilkan di Negara-negara berkembang, hal inilah yang
menyebabkan Negara maju melakukan eksploitasi yang berujung pada ketidakadilan.
Karena pada praktiknya Negara berkembang hanyadijadikan sebagai tambang untuk
dikeruk oleg Negara maju.
Fakta
menunjukkan berkembang pesatnya studi hubungan internasional dewasa ini,
khususnya setelah berakhirnya Perang Dingin, tak lepas dari keberhasilan salah satu
kunci penting yang patut diperhitungkan pada proses berlangsungnya hubungan
internasional itu sendiri. Interaksi internasional sebagai salah satu aspek
penting yang tak hanya menyumbangkan keberhasilan hubungan antar Negara, namun
juga memberikan dampak kepada dunia secara menyeluruh. Interaksi internasional
itu dilakukan oleh Negara-negara yang memiliki tujuan yang serupa serta visi
dan misi yang tak saling bertolak belakang.
“International interaction
are politically relevant processes of communication and exchange between actors
in the international system. As such they will reflect the goals, resources,
and actions, and they will be influenced by the context in which and the levels
at which they occur.” [4]
Definisi tersebut mengimplikasikan aspek yang
sangat memengaruhi keberhasilan interaksi internasional, yaitu pelaku interaksi
internasional yang akan mencerminkan tujuan serta aksi yang akan dilakukan guna
mencapai keberhasilan dari hubungan di antara Negara tersebut. Dengan adanya “communication and exchange” yang baik
antar Negara juga tentunya akan menghasilkan suatu keberhasilan.
Tetapi, disatu sisi Hubungan
internasional dengan segala dinamikanya telah membantu masyarakat global untuk
menyelesaikan permasalahan fundamental di dunia. Berbagai problem yang muncul
menjadikan studi hubungan internasional menjadi ilmu yang penting karena
mencakup kemaslahatan hidup orang banyak yang pada dunia internasional adalah
dunia secara global. Oleh sebab itu studi Hubungan Internasional telah menjadi
bagian penting dari kehidupan di dunia global sebagai global strategist.
Perbedaan Negara Uatar-Selatan
Dengan kesenjangan yang semakin melebar
antara negara Utara dan Negara Selatan semakin menciptakan suatu kondisi yang
tidak kondusif. Dalam membahas masalah ini, menarik untuk membahas mengenai
pebedaan antara negara Utara dan Selatan terlebih dahulu. Suatu Negara
dapat digolongkan Negara
maju (Negara Utara) dilihat dari
kemapuan Negara tersebut
telah menyeimbangkan pencapaian pembangunan yang telah dilakukan, oleh sebab
itu maka sebagian besar tujuan pembangunan telah dapat terwujud, baik yang
bersifat fisik ataupun non fisik. Dalam hal ini Istilah negara maju dapat
digunakan untuk menguraikan negara-negara yang dihitung menikmati tingkat
pembangunan yang tinggi berdasarkan ukuran-ukuran tertentu. Ukuran yang mana
dan negara mana yang digolongkan sebagai maju masih menjadi titik perselisihan
dan perdebatan yang hangat, tetapi perdebatan semacam biasanya dikuasai oleh
ukuran ekonomi.
Untuk melihat perbedaan dan kesenjangan
antara negara Utara dan Selatan ialah merujuk kepada pendapatan per kapita.
Pendapatan perkapita yang dilihat yaitu negara yang tinggi
keluaran dalam negara kasar (PDB) per capitanya bisa diterima sebagai negara
maju. Ukuran lainny untuk menggolongkan hal ini
ialah ukuran
ekonomi adalah pengindustrian, yaitu negara-negara yang ekonominya dikuasai
oleh sektor tertier dan kuaterner bisa diterima sebagai negara maju. Disamping kedua
aspek tersebut, salah satu aspek lagi yaitu ukuran yang semakin penting yaitu Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang bergabung dengan ukuran ekonomi, pendapatan
negara, umur, pendidikan dan sebagainya. Bila
dilihat, ukuran ini menentukan negara yang terukur IPM sangat tinggi
sebagai negara maju. Akan tetapi, kaidahnya untuk dalam
usaha menentukan taraf “maju” dengan mana-mana cara yang digunakan.
Diatas telah dijelaskan
mengenai ukuran negara maju, dan sekarang menarik untuk membandingkannya dengan
negara Selatan. Negara Selatan secara teori dapat diartikan
sebagai sebuah negara yang dengan kesejahteraan material yang dapat
digolongkan kepada tingkat rendah. Kondisi ini disebabkan tidak ada definisi
tetap negara berkembang yang diakui secara internasional,
tingkat pembangunan bisa saja bervariasi di dalam negara berkembang tersebut.
Bila merujuk dari kondisiya sejumlah negara berkembang memiliki standar hidup
rata-rata yang tinggi. Negara yang memiliki ekonomi yang lebih maju daripada
negara berkembang lainnya, namun tidak sepenuhnya menampakkan tanda-tandanegara dikelompokkan
dalam istilah negara industri.
Negara berkembang adalah
negara yang dipahami negara yang sedang dalam pembanungan dalam hal pembangunan
ekonomi, sosial dan politik memiliki tingkat yang relatif rendah. Negara
berkembang ini merupakan istilah kolektif untuk negara-negara yang sedang
berkembang namun bukan disebut dengan negara “miskin” atau negara mundur.
Negara sebagai negara berkembang atau tidak, tergantung pada tolok ukur yang
digunakan untuk mengukur pembangunan suatu negara apakah dilihat dari ekonomi,
sosial maupun politiknya.
2.2 Perbedaan Negara Utara dan Selatan
Studi terbaru menunjukkan bahwa kesenjangan pendapatan antara
negara-negara barat atau negara maju (Utara) dengan negara berkembang melonjak
733 persen dalam 200 tahun. Hal tersebut, seperti dikutip dari Huffington Post, Rabu 29 Mei 2013, ditemukan
oleh Diego Comin, seorang profesor Harvard Business School dan Marti Mestieri,
peneliti di Toulouse School of Economics.
Hasil penelitian menunjukkan, pada tahun 1800 pendapatan negara-negara maju di
Eropa dengan negara berkembang sebesar 90 persen. Memasuki tahun 2000,
perbedaan ekonomi antara keduanya membengkak hingga 750 persen.[5]
Istilah dunia ketiga mulai populer sejak
tahun 60-an. Istilah tersebut diperkenalkan kepada publik yang berbahasa
inggris, Peter Worsley (1964) dan Irving Louis Horowitz (1966) dalam bukunya three
worlds of development. Dunia pada saat ini dilihat dari pola
kemajuannya ditandai dengan tiga kelompok negara, yaitu dunia pertama yang
disebut dunia bebas atau blok atlantik yang meliputi Eropa Non-Komunis dan
Amerika Utara. Dunia kedua meliputi negara-negara Eropa Timur atau Blok Uni
Soviet, dan dunia ketiga meliputi Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Pada umumnya
negara dunia ketiga adalah negara-negara yang terletak di sekitar dan diselatan
khatulistiwa, sedangkan dunia pertama dan kedua di sebelah utara. Dunia pertama
dan kedua bersama-sama berpenduduk 30% dari jumlah penduduk seluruh dunia dan
menghuni 40% daratan dari seluruhnya. Selebihnya adalah sejumlah besar negara
merdeka yang baru saja melepaskan diri dari penjajahan. Sehingga didalam negara
dunia ketiga terdapat negara paling miskin di dunia dan secara teknologis
sangat terbelakang. Namun negara-negara tersebut mempunyai sumber-sumber alam
yang kaya raya dan potensial untuk mencapai kemajuan negaranya.
Tamas Szentes, dalam bukunya yang berjudul The
Political Economy of Underdevelopment (1976), menyatakan bahwa
keterbelakangan dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu:
1.
Adanya keterbatasan Sumber-sumber, baik sumber alam maupun sumber
manusia.
2.
Keterbelakangan danggap sebagai keterlambatan dalam arti lingkaran setan
statik (static vicious circle) atau
sistem yang berkeseimbangan stabil semu (quasi-stable
equilibrium system).
3.
Dapat dipandang sebagai
keterikatan tradisi.
4.
Keterbelakangan dianggap sebagai kondisi yang bersifat historik sebagai
akibat kesenjangan yang terjadi antara negara maju dengan negara berkembang
sementara negara lain sudah jauh mendahului dengan kecepatan yang berbeda.
5.
Keterbelakangan dianggap sebagai akibat ketidakseimbangan dalam hubungan
internasional.
Negara dunia pertama merupakan negara-negara
pemenang Perang Dunia Kedua dan merupakan negara yang tergabung dalam blok
barat. Perekonomian pada negara dunia pertama sudah merupakan negara industri
yang maju, walaupun bergerak di bidang pertanian tapi industri yang diterapkan
oleh negara dunia pertama telah menerapkan industri yang maju.
Dari segi pemberdayaan sumber daya alam,
negara maju dapat mengoptimalisasikan sumber daya alam dengan maksimal karena
tersedianya modal, teknologi dan tenaga ahli. Negara maju terus melakukan
inovasi pemberdayaan sumber energi yang ada guna menjadi energi alternatif
untuk memenuhi kebutuhan energinya dalam bidang industri. Sedangkan kedudukan
negara dunia pertama pada politik internasional, negara dunia pertama ini
menempati pos-pos penting dalam sistem dunia internasional seperti menjadi
anggota pemegang hak veto di PBB. Hal ini dikarenakan mereka merupakan negara
pemenang perang.
Di samping itu, Industrialisasi
dan modernisasi yang dijalankan negara-negara dunia ketiga tidak berjalan
mulus. Banyak negara-negara dunia ketiga telah gagal dalam menjalankan
industrialisasi. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya kegagalan
industrialisasi di Amerika Latin. Teori ketergantungan yang dikemukakan oleh
Raul Prebisch, Secara umum, Prebisch menyatakan bahwa sistem perdagangan
internasional memaksa negara-negara yang kurang berkembang (LDCs) berperan
sebagai produsen dari bahan-bahan utama dan bahan-bahan mentah, sementara
negara maju terus mendapatkan kesejahteraan sebagai produsen barang-barang
industri. Pembagian kerja internasional seperti ini memaksa ketergantungan
negara kurang berkembang terhadap negara-negara maju untuk menjadi outlet dari
produk utama LDCs. Selain itu, spesialisasi produksi seperti ini mengabadikan
ketergantungan LDC kepada negara-negara maju dalam hal modal dan teknologi
(Balaam & Veseth, 2001:329).
Teori sistem dunia yang dikemukakan oleh
Wallerstein. Menurut Wallerstein, sistem dunia modern bukan hanya satu-satunya
sistem dunia yang ada. Ada banyak tipe sistem dunia dan salah satunya adalah
sistem dunia perekonomian kapitalis. Sistem dunia perekonomian kapitalis adalah
suatu sistem yang terbentuk secara sosial, terstruktur dengan adanya pembagian
tenaga kerja, yang mana prinsipnya adalah kemudahan akumulasi kapital
(Wallerstein, dalam Booth: 87).[6]
Wallerstein kemudian membagi dunia menjadi tiga bagian yaitu core, semi-periphery, dan periphery. Core merupakan
negara yang memiliki kapital sedangkan periphery merupakan
negara yang memiliki tenaga kerja. Sehingga, relasi antar keduanya cenderung
bersifat eksploitatif dimana core yang memiliki kapital
mengeksploitasi periphery yang hanya memiliki tenaga kerja
sementara tidak memiliki kapitaln (Wallerstein, dalam Booth: 88).
Berdasarkan teori-teori tersebut, disimpulkan
bahwa kegagalan industrialisasi di negara-negara dunia ketiga lebih merupakan
problem struktural karena struktur internasional yang berupa perekonomian
kapitalis serta sistem perdagangan internasional yang hanya mengonsentrasikan
industri di tangan negara-negara maju hanya akan membuat negara-negara dunia
ketiga tergantung terhadap negara maju sementara negara-negara maju menikmati
kesejahteraan.[7]
Industrialisasi yang dijalankan melalui pembangunan ternyata tidak memberikan
kesejahteraan kepada negara dunia ketiga. Hal tersebut dikarenakan adanya
industrialisasi justru makin memperkaya negara maju dan mempermiskin negara
berkembang. Negara maju berkonsentrasi pada industri sedangkan negara dunia
ketiga berkonsentrasi pada penyediaan bahan mentah.
2.3 Kesenjangan Hubungan Antar
Antar Negara Kaya (negara Utara) Dan Negara Miskin (negara Selatan)
Dalam membahas
masalah ini ketimpangan negara maju dan negara miskin (berkembang), sebenarnya
terlebih dahulu merujuk kepada masalah kemiskinan. Masalah besar yang dihadapi
negara sedang berkembang adalah kemiskinan. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya
ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan.
Membiarkan masalah tersebut berlarut-larut akan semakin memperkeruh keadaan,
dan tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi negative terhadap kondisi sosial
dan politik. Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi
oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari
permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya
tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan
mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu
negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan
mengatasinya.
Negara maju
menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative
kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu
sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian, masalah
ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah menjadi
permasalahan bagi dunia internasional. Kesalahan pengambilan kebijakan dalam
pemanfaatan bantuan dan atau pinjaman tersebut, justru dapat berdampak buruk
bagi struktur sosial dan perekonomian negara bersangkutan. Demikianlah adanya
arus perputaran perekonomian dari saat kesaat di dalam sebuah perekonomian
swasta. Namun, corak arus itu untuk perekonomian dimana pemerintah ikut di
dalamnya sehingga bukan perekonomian swasta lagi tidaklah akan menyimpang dari
prinsip itu, mengingat pemerintah merupakan unsur pengatur dan penyeimbang
perekonomian secara keseluruhan.
Kesenjangan ekonomi
atau ketimpangan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok
masyarakat berpenghasilan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang
yang berada di bawah garis kemiskinan merupakan dua masalah besar dibanyak
negara berkembang. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat
pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan
pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah
ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari
segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah
yang telah mapan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara.
Pemahaman utamanya
meliputi: Pertama, gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup
kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan
pelayanan dasar. Kedua, gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk
keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi
dalammasyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial
biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalahmasalah politik
dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Ketiga, gambaran
tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di
sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh
dunia. Dan kondisi ini, secara teori dapat di analogikan sebagai kondisi negara
Selatan.
Menarik untuk melihat
Hubungan yang terjalin antara negara maju
dengan negara dunia ketiga bersifat hubungan ketergantungan. Hubungan
ketergantungan terjadi karena negara dunia ketiga bergantung kepada negara maju
yang memiliki modal dalam sistem perekonomian dunia yang kapitalis.
Ketergantungan negara dunia ketiga terhadap dunia maju disebabkan oleh beberapa
hal. Yanuar Ikbar menyatakan bahwa ada empat hal yang menyebakan ketergantungan
antar negara berkembang terhadap negara maju (Ikbar, 2006:180).
1.
Alasan ekonomi, hal ini disebabkan pasca merdeka dan baru berdiri
sebagai suatu negara baru, negara-negara dunia ketiga masih belum memiliki
kapabilitas yang cukup untuk melakukan pembangunan secara mandiri. Sehingga,
negara-negara tersebut berusaha untuk mencari bantuan kepada negara-negara maju
agar membantunya dalam hal pembangunan.
2.
Alasan teknologi, negara-negara maju memiliki kelebihan di bidang
teknologi dibandingkan negara-negara dunia ketiga. Maka dari itu, secara tidak
langsung negara-negara dunia ketiga berusaha untuk mendekati negara-negara maju
demi mendapatkan transfer teknologi.
3.
Masalah kemananan, sama halnya dengan bidang teknologi dalam bidang
militerpun negaja-negara maju jauh lebih mapan sehingga banyak negara-negara
dunia ketiga yang melakukan kerjasama bidang kemanan dengan negara-negara maju.
4.
Masalah sosial lainnnya, yaitu merupakan upaya negara agar mencapai
kesejahteraan rakyatnya. Negara-negara dunia ketiga melakukan pinjaman luar
negeri untuk memperbaiki kehidupan yang menunjang bagi sarana dan prasana dalam
negerinya sehingga kesejahteraan dalam negeri dapat tercapai.
Agar terlepas dari ketergantungan ini maka
negara dunia ketiga membentuk suatu solusi baru terkait dengan sistem
perekonomian dunia yang kapitalis dan sistem perdagangan yang hanya
menguntungkan negara maju saja. Solusi yang dicetuskan adalah Tata Ekonomi
Dunia Baru (New International Economic Order) yang mana negara
dunia ketiga mendapatkan peran yang cukup dan mampu mengimbangi negara maju
sehingga kegagalan industrialisasi tidak akan terjadi lagi. Namun, solusi ini
juga gagal karena beberapa negara industri yang dipimpin AS menolak
pengimplementasian NIEO.
BAB III
SOLUSI TEORITIK
Melihat akar dari
konflik Negara Utara-Selatan ialah masalah kemampuan negara yang bersangkutan
yang menyebabkan suatu kondisi yang dikenal dengan ketergantungan atau
depedensi. Penyebab
konflik yang terjadi adalah akibat dari hubungan negara miskin dan kaya atau sebaliknya
didasarkan pada ketidakmampuan. Negara dunia ketiga membutuhkan modal untuk
pembangunan sedangkan negara kaya memerlukan negara dunia ketiga karena sumber
daya alamnya. Seharusnya hubungan kerja sama yang dilakukan dapat menjadi
hubungan yang saling menguntungkan.
Ada dua penyebab kenapa jurang ekonomi
tersebut terjadi, pertama adalah akses terbatas warga negara berkembang
terhadap teknologi baru. Kedua, lambatnya warga negara berkembang untuk
mengadopsi berbagai inovasi. Salah satu cara untuk memecahkan masalah ini
adalah menciptakan kebijakan yang bertujuan untuk membawa teknologi baru untuk
negara-negara miskin. Teknologi baru dapat membawa negara miskin menuju produktivitas
yang lebih tinggi. Sebab, semakin banyak unit teknologi baru yang digunakan
negara, makin tinggi pula keuntungan produktivitas yang dibawa oleh teknologi
baru tersebut.
Raksasa teknologi seperti Google, telah
mendanai dan mengembangkan jaringan internet nirkabel di berbagai negara
berkembang sebagai upaya mempercepat transfer teknologi di seluruh dunia.
Namun, upaya tersebut kemungkinan tidak cukup untuk membalikkan 200 tahun
sejarah. Kesenjangan juga diciptakan oleh adanya kolonialisasi Eropa selama 500
tahun terakhir. Bangsa Eropa menguras sumber daya alam dari negara-negara non
barat yang mereka taklukkan. Catatan New York Review of Books menunjukkan, beberapa negara terjajah
adalah negara terkaya dan paling maju beberapa ratus tahun lalu, kini termasuk
dalam negara termiskin. Dalam prakteknya, hubungan kerja sama antar negara
miskin dan maju diatur oleh rezim.
Pasca kemenangan pada Perang Dunia Kedua,
negara-negara pemenang berupaya menyebarluaskan ideologinya, kapitalisme,
keseluruh dunia. Hal ini didukung dengan dibentuknya rezim yang mengatur
perdagangan dunia yaitu WTO. Hubungan kerja sama antar negara inilah diatur
dalam WTO. Tidak dipungkiri lagi sejumlah ketentuan yang terdapat di dalam WTO
tersebut tidak memihak kepada negara berkembang. WTO sangat mendukung akan
adanya perdagangan bebas yang merupakan keinginan orang-orang yang mempunyai
ideologi kapitalis. Dalam persaingan pasar bebas ini sangat dibutuhkan
persiapan yang matang bagi negara yang ingin terlibat misalnya menyiapkan
modal. Pada negara dunia ketiga modal merupakan kendala utama dalam persiapan
di pasar bebas sehingga negara-negara dunia ketiga melakukan peminjaman kepada
IMF dan World Bank yang tentu saja hal ini akan mematikan negara peminjam
tersebut.
Dalam interaksi
internasional yang dilakukan, selain adanya rezim yang mengatur hubungan perdagangan yang
menguntungkan negara maju, kesenjangan antar negara dunia ketiga dan pertama
juga disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam negara dunia ketiga itu
sendiri. Bila dianalisa secara mendalam, maka dapat terlihat
jelas bahwa pada
umumnya negara dunia ketiga tidak mempunyai stabilitas politik yang kuat dan
keadaan ekonominya rendah. Kondisi ini menghasilkan sebuah fenomena yang
mengarah kepada Konflik
politik, hal ini yang sering terjadi negara di dunia ketiga membuat orang-orang yang
mempunyai kekuasaan sibuk mempertahankan kekuasaannya dengan cara apa pun.
Dengan kondisi
seperti itu, menyebabkan suatu kondisi yang menyebabkan terjadinya mental-mental korup
pada orang-orang dalam pemerintahan di negara dunia ketiga atau negara Selatan. Dengan demikian segala potensi yang
dimiliki oleh negara tersebut tidak dioptimalkan dengan maksimal dan kondisi
ini sangat rentan dengan intervensi asing yang ingin menguasai sumber daya alam
pada negara dunia ketiga tersebut. Dengan kata lain, keadaan
internal juga sangat mempengaruhi kemampuan negara Selatan dalam berkompetisi
dengan negara Utara yang identic dengan kemajuan disegala bidang.
Selain itu juga, keadaan sistem internasional
yang dilaksanakan berdasarkan asas atau berideologikan kapitalisme juga merupakan salah satu factor penyebab kesenjangan antara negara miskin dan
kaya. Kesimpulan yang didapatkan ialah, dengan duberlakukannya sistem kapitalisme dalam, semua bentuk kerjasama dan perdagangan
hanya akan menguntungkan bagi pemilik modal yaitu negara-negara kaya (Utara) dan kerja sama yang dilakukan akan cenderung
bersifat eksploitatif. Eksploratif disini memiliki arti bahwa negara
Utara memiliki maksud tujuan terselubung dalam melakukan kerjasama dengan
negara Selatan.hal inilah yang menjadikan konflik yang semakin renggang.
Oelh sebab itu,
dibutuhkan suatu komitmen dan penerapan kerjasama yang saling menguntungkan. Karena, dengan keadaan sistem internasional yang
kapitalis negara kaya akan tambah menjadi kaya dan negara miskin akan tetap
miskin. Ketimpangan atau kesenjangan antar negara kawasan utara dan negara
kawasan selatan memanglah sebuah fenomena yang diharapkan oleh negara-negara
kaya untuk tetap menjaga dominasinya di dunia internasional serta untuk meminimalisirkan
ancaman yang ditimbulkan.
Dalam mengatasi konflik Negara Utara-Selatan ini, solusi yang mungkin
dapat diterapka ialah menciptakan suatu kondisi internasional yang lebih
seimbang. Dalam hal ini yang dimaksudkan ialah iklim kerjasama yang lebih balance yang terjalin antara negara
Utara-Selatan. Kerjasama seharusnya menciptakan suatu kondisi yang saling
menguntungkan. Kondisi ini dilatar belakang oleh kondisi dimana konflik
Utara-Selatan terjadi karena iklim kerjasama yang selalu timpang dan selalu
menguntungkan negara Utara.
BAB IV SIMPULAN
Dari pembahasan makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan
konflik Utara-Selatan telah mengalami pelebaran konflik. Hal ini dapat terlihat
dominasi dari negara Utara terhadap negara Selatan yang semakin terlihat jelas.
Keadaan ini semakin memperparah kondisi negara Selatan semakin “terperosok”
dalam kemiskinan yang terstruktur yang diciptakan oleh negara Utara.
Kegiatan-kegiatan atau interaksi yang dilakukan antara negara Utara dan
Selatan, secara mutlak akan dimenangkan dan didominasi oleh negara Utara.
Hubungan kerja sama
antara negara miskin (Selatan) dan negara kaya (Utara) dapat terlihat jelas
dari pemaparan diatas secara kongkrit tidak dapat menghasilkan suatu
hubungan yang saling menguntungkan atau win-win Solution seperti yang
dipromosikan oleh negara Utara. Pada abad ke-21 ini, dapat disimpulkan
bahwa hubungan kerja sama bilateral atau pun multirateral yang dilakukan antara negara maju dan negara berkembang merupakan suatu
bentuk imprealis baru yang dilakukan negara
Utara ke negara Selatan. Bila dibandingkan, dapat dilihat bahwa
pada zaman dulu perang diidentikkan dengan kontak fisik, tetapi hal ini tidak
dengan kondisi saat ini, karena pada abad ini perang dapat berupa suatu
bentuk kerjasama.
Kerjasama yang
dilakukan pada abd ini kebanyakan dibuat oleh negara-negara pemenang perang atau
negara dunia pertama (Utara) kebanyakan
dilakukan untuk menguasai sumber daya alam di negara miskin guna memulihkan
kondisi pasca perang. Bila dilihat dengan sistem dunia
internasional yang kapitalis, hanya negara yang memiliki modallah yang akan
memenangkan persaingan. Tetapi, permasalahan yang
dihadapi oleh negara dunia ketiga (Selatan) dalam menghadapi
sistem internasional seperti ini adalah persiapan dengan menguatkan sektor
dalam negeri. Melihat kondisi dalam negeri
negara Selatan, maka permasalahan di dalam negeri merupakan masalah utama yang dihadapi. Tetapi apabila kondisi dalam
negeri sudah kuat maka negara tersebut akan kuat pula dalam panggung dunia internasional
dan diharapkan dapat mengambil keuntungan dari sistem internasional yang
kapitalis. Apabila melihat kondisi negara dunia pertama
selain menyebarkan sistem ekonomi kapitalis, negara Utara atau negara Dunia Pertama juga berusaha
menyebarkan sistem pemerintahan demokrasi.
Disampin itu, Kesejahteraan ekonomi telah
menciptakan jurang antara negara maju dengan negara dunia ketiga, jurang ini
menciptakan kesenjangan sosial yang berujung pada renggangnya hubungan antar
Negara. Dengan kata lain, sistem perekonomian dunia yang telah dirancang oleh negara-negara dunia
pertama yang berbentuk kapitalis, mustahil bagi negara dunia ketiga dapat
keluar dari kemiskinan dengan melakukan kerja sama dengan negara dunia pertama.
Padahal seharusnya dengan kerja sama ini diharapkan dapat menghasilkan hubungan
yang saling menguntungkan.
Daftar Pustaka
A.A. Banyu Perwita & Yayan M. Yani,2005, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional,
Bandung, Rosda.
Clark, P Robert. 1989. Menguak Kekuasaan
dan Politik Di Dunia Ke Tiga. Jakarta: Erlangga
Hocking,
Brian & Smith, Michael (1990) World Politics, An Introduction to
International Relations, Harvester/Wheatsheaf.
Goldstein, Joshua S. (2005) International Relations,
Pearson/Longman
Goldthorpe, J.E. 1992. SOSIOLOGI DUNIA
KETIGA Kesenjangan danPembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Mas’oed,
Mochtar. 1994. Ilmu
Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi.
Jakarta: LP3ES.
Ndraha, Taliziduhu. PEMBANGUNAN MASYARAKAT
Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Rineka Cipta
Peng, Marthin Khor Kok. 2003. Hubungan Utara Selatan: Konflik atau Kerja
Sama. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
[1] Mochtar Mas’oed,
Ilmu Hubungan Internasional” dan “Paul R. Viotti & Mark V. Kauppi,
International Relation Theory”, h.41
[2]
Mas’oed, Mochtar.
1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta: LP3ES.
[4] Hocking, Brian & Smith, Michael (1990) World
Politics, An Introduction to International Relations, Harvester/Wheatsheaf.
Hal. 11.
[6] A.A. Banyu Perwita & Yayan M. Yani,2005,
Pengantar Ilmu Hubungan Internasional,Bandung, Rosda.
[7]
Peng, Marthin Khor Kok. 2003. Hubungan Utara Selatan: Konflik atau Kerja
Sama. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar